Seperti Penduduk Bangka Belitung, 1,5 Juta Warga Palestina Kehilangan Rumah

Seperti Penduduk Bangka Belitung, 1,5 Juta Warga Palestina Kehilangan Rumah

Kondisi Kemanusiaan di Jalur Gaza yang Mengkhawatirkan

Lebih dari 1,5 juta warga Palestina kini hidup tanpa tempat tinggal akibat dua tahun serangan Israel di Jalur Gaza. Jumlah ini setara dengan populasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Indonesia, yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2025 mencapai sekitar 1,5 juta jiwa. Hal ini menunjukkan skala bencana kemanusiaan yang terjadi di wilayah tersebut.

Direktur Jaringan Masyarakat Sipil Gaza, Amjad Shawa, menyatakan bahwa lebih dari 80 persen rumah di wilayah kantong tersebut telah hancur, meninggalkan sekitar 60 juta ton puing yang menutupi wilayah Gaza. "Bencana kemanusiaan akibat agresi ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah modern," ujarnya.

Meski gencatan senjata mulai berlaku, Shawa menyebut bahwa sekitar 300.000 hingga 400.000 warga Palestina yang sebelumnya mengungsi telah kembali ke Kota Gaza dan wilayah utara. Namun, mereka menghadapi kondisi kehidupan yang sangat buruk, dengan infrastruktur penting seperti air bersih, listrik, dan sanitasi hampir sepenuhnya runtuh.

Di sektor kesehatan, Lembaga Bantuan Medis Gaza melaporkan bahwa rumah sakit di Kota Gaza mengalami kekurangan parah pasokan dan peralatan medis. Obat-obatan, larutan infus, bahan sterilisasi, dan alat pertolongan pertama menjadi barang langka. "Jika situasi saat ini terus berlanjut, sistem kesehatan Gaza yang tersisa berisiko runtuh total," kata direktur lembaga tersebut, seraya mendesak organisasi internasional untuk segera mengirimkan bantuan medis.

Sementara itu, Badan Pertahanan Sipil Gaza juga melaporkan bahwa 9.500 warga Palestina masih dinyatakan hilang sejak dimulainya agresi Israel pada Oktober 2023. Juru bicara Mahmoud Basal menyebut bahwa angka tersebut mencerminkan skala kehancuran dan penderitaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kondisi ini mendorong seruan dari berbagai pihak untuk intervensi internasional yang mendesak, guna meluncurkan rencana penyelamatan dan pemulihan komprehensif bagi Gaza.

Dengan jumlah pengungsi yang setara dengan satu provinsi di Indonesia, krisis kemanusiaan di Gaza menjadi pengingat akan dampak konflik berkepanjangan terhadap kehidupan sipil.

Para Pemimpin Dunia Berkumpul di Mesir

Dalam upaya mengakhiri konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas, para pemimpin dunia berkumpul di kota resor Sharm el-Sheikh, Mesir, pada Senin, 13 Oktober 2025, dalam pertemuan bertajuk “Summit for Peace”. Pertemuan ini dipimpin oleh Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, menyusul tercapainya kesepakatan gencatan senjata yang dianggap sebagai terobosan penting dalam konflik dua tahun terakhir di Jalur Gaza.

Israel dan Hamas tidak hadir langsung dalam pertemuan ini, meskipun Hamas telah membebaskan 20 sandera Israel yang masih hidup dan Israel mulai membebaskan ratusan tahanan Palestina sebagai bagian dari fase pertama kesepakatan damai. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu absen karena bertepatan dengan hari raya Yahudi, sementara Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas hadir lebih awal di lokasi pertemuan.

Menurut pernyataan dari kantor Presiden el-Sissi, tujuan utama pertemuan ini adalah untuk “mengakhiri perang di Gaza dan membuka lembaran baru perdamaian serta stabilitas regional”, sejalan dengan visi Presiden Trump. Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty menekankan pentingnya keterlibatan aktif Amerika Serikat, termasuk kemungkinan penempatan pasukan internasional untuk menjaga perdamaian di fase berikutnya. “Kami membutuhkan keterlibatan Amerika, bahkan penempatan di lapangan, untuk menetapkan misi dan mandat pasukan ini,” ujarnya kepada Associated Press.

Tantangan besar masih membayangi proses perdamaian, termasuk pembentukan pemerintahan pascakonflik di Gaza, perlucutan senjata Hamas, dan sejauh mana Israel akan menarik pasukannya dari wilayah tersebut. Rencana rekonstruksi Gaza diperkirakan membutuhkan dana sebesar US$53 miliar, menurut perkiraan Bank Dunia dan pemerintah Mesir. Mesir berencana menggelar konferensi lanjutan untuk membahas pendanaan dan pemulihan Gaza.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh sejumlah pemimpin dunia, termasuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Raja Abdullah dari Yordania, Kanselir Jerman Friedrich Merz, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Sekjen PBB Antonio Guterres, Presiden Uni Eropa Antonio Costa, dan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni.

Inggris berjanji memberikan dana sebesar £20 juta (sekitar Rp400 miliar) untuk membantu penyediaan air bersih dan sanitasi di Gaza, serta akan menjadi tuan rumah konferensi tiga hari untuk koordinasi pemulihan. Sharm el-Sheikh, yang dikenal sebagai lokasi wisata di tepi Laut Merah, memiliki sejarah panjang sebagai tempat perundingan perdamaian sejak era Presiden Hosni Mubarak. Pertemuan kali ini menjadi summit perdamaian pertama yang digelar di bawah kepemimpinan el-Sissi, menandai babak baru diplomasi regional di tengah krisis kemanusian yang mendalam di Gaza.


Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form