
Factory Tech
, DENPASAR –
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mengambil sikap terkait masalah bangunan yang berada di tengah kawasan konservasi di Penelokan, Kintamani, Kabupaten Bangli. Masyarakat menilai bahwa bangunan tersebut tidak layak berada di kawasan konservasi karena dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Kepala Balai KSDA Bali Ratna Hendratmoko menjelaskan bahwa bangunan tersebut berada dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) yang dikelola oleh BKSDA. Di mana bangunan tersebut juga berada dalam kawasan blok pemanfaatan.
"Blok Pemanfaatan adalah bagian dari TWA yang ditetapkan karena letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi lingkungan lainnya. Blok Lainnya adalah blok yang ditetapkan karena adanya kepentingan khusus guna menjamin efektivitas pengelolaan kawasan konservasi," jelas Hendratmoko dikutip dari siaran pers, Senin (13/10/2025).
Hendratmoko menyebut dalam pengelolaan pariwisata pada blok pemanfaatan di TWA Panelokan dilakukan melalui pembagian menjadi ruang usaha dan ruang publik. Ruang usaha adalah bagian dari blok pemanfaatan TWA karena letak, kondisi dan potensinya dimanfaatkan untuk kepentingan pengusahaan pariwisata alam bagi usaha penyediaan sarana wisata alam.
Sedangkan ruang publik adalah bagian dari blok pemanfaatan di TWA karena letak, kondisi dan potensinya dimanfaatkan untuk kepentingan pengunjung, pengelolaan dan pengusahaan pariwisata alam bagi usaha penyediaan jasa wisata alam serta sarana pendukung wisata alam.
Dalam pemberitaan yang viral, bangunan yang dimaksud berada di dalam ruang publik pada blok pemanfaatan TWA Panelokan, dibangun oleh I Ketut Oka Sari Merta, yang merupakan pemegang Perizinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (PB-PJWA) dengan Sertifikat Standar: 23082200271370004 yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, tanggal 7 Oktober 2024.
"Saudara I Ketut Oka Sari Merta adalah warga Desa Batur Tengah, yang merupakan masyarakat di sekitar kawasan TWA Panelokan," ujar Hendratmoko.
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Standar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bahwa penyediaan jasa makanan dan minuman yang didukung dengan perlengkapan berupa kedai makanan atau minuman yang difasilitasi oleh UPT dan/atau pihak lain sesuai ketentuan perundang-undangan.
Herdatmoko menjelaskan ketentuan tentang hal ini juga diatur dalam Pasal 51 Peraturan Menteri LHK Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pengusahaan pariwisata alam di SM,TN, TAHURA, dan TWA, diatur bahwa pemegang izin memiliki hak seperti pemegang perizinan berusaha penyediaan jasa wisata alam berhak mendapatkan pelayanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian menjadi anggota asosiasi pengusahaan pariwisata alam, mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha dan memanfaatkan fasilitas pariwisata alam yang menjadi milik negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Berdasarkan pemahaman Saudara I Ketut Oka Sari Merta, dalam merealisasikan izin jasa wisata alam dan menjalankan usahanya, perlu membuat bangunan yang akan digunakannya sebagai fasilitas penyediaan makanan dan minuman," kata Hendratmoko.
Bangunan tersebut akan diserahkan kepada BKSDA Bali melalui mekanisme kerja sama hibah. Saat peninjauan lapangan oleh petugas BKSDA Bali, kondisi yang sudah terbangun sampai saat ini yaitu: bangunan restoran ukuran 10,9 x 10 Meter, toilet dan dapur ukuran 7,4 x 4,8 Meter, area taman depan 14,3 x 36 Meter, area parkir 11,7 x 38,7 Meter.
Saat ini, BKSDA Bali tengah menyiapkan alternatif solusi kolaboratif, alternatif jalan tengah mekanisme penyelesaian melalui skema kerja sama hibah. Dalam skema ini, bangunan yang terlanjur berdiri dan belum memiliki legalitas akan ditempuh melalui proses hibah kepada negara sehingga statusnya dapat ditetapkan sebagai Barang Milik Negara (BMN).
Selanjutnya BKSDA Bali akan menentukan nilai sewa mendasarkan pada nilai kewajaran, yang kemudian menjadi dasar dalam pelaksanaan penyewaan aset negara secara sah dan transparan. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 51 huruf d Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KSA.3/3/2019, yang memberikan hak kepada pemegang izin usaha pariwisata alam untuk memanfaatkan fasilitas pariwisata alam milik negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Langkah ini diharapkan menjadi solusi yang adil, akuntabel, serta tetap mengedepankan prinsip tertib administrasi, transparansi, dan pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan.
Sebagai alternatif penyelesaian lainnya, BKSDA Bali juga akan melakukan evaluasi terhadap izin jasa wisata alam yang dimiliki oleh saudara I Ketut Oka Sari Merta, untuk memastikan kesesuaian dengan ketentuan pemanfaatan kawasan konservasi.
Evaluasi ini mencakup peninjauan kembali ruang lingkup kegiatan, kelengkapan dokumen administrasi, serta keselarasan antara rencana usaha dan daya dukung kawasan. Selain itu, BKSDA Bali akan mendorong dilakukannya kajian sosial secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat adat dan pemangku kepentingan setempat.
Kemudian pelibatan masyarakat adat diharapkan dapat memperkuat nilai-nilai kearifan lokal serta memastikan bahwa setiap bentuk pemanfaatan kawasan berjalan selaras dengan prinsip konservasi, budaya, dan keberlanjutan lingkungan. BKSDA Bali mengedepankan prinsip konservasi, asas kemanfaatan, asas keadilan, dan asas kebersamaan (kolaboratif), salah satunya adalah dengan alternatif solusi berbagi ruang usaha berbasis kelompok masyarakat.
"BKSDA Bali mengakui bahwa dalam proses pembangunan kedai makanan dan minuman oleh saudara I Ketut Oka Sari Merta di kawasan TWA Penelokan terdapat keterlambatan dalam pemenuhan aspek administrasi, khususnya terkait dukungan dan persetujuan dari masyarakat sekitar," ujar Hendratmoko.
Saat ini, BKSDA Bali bersama pihak terkait akan melakukan langkah-langkah penataan dan penyelarasan agar seluruh persyaratan administrasi dapat terpenuhi sesuai ketentuan yang berlaku. BKSDA Bali menegaskan komitmennya untuk memastikan setiap bentuk pemanfaatan kawasan konservasi berjalan secara transparan, partisipatif, dan tetap berorientasi pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat sekitar.