Korupsi Rp205 M di Wika Diduga Berawal dari Era Bintang Perbowo, KPK Lacak Jejak Lahan JTTS

Penyidikan Korupsi Pengadaan Lahan di Sekitar Jalan Tol Trans Sumatera

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mendalami dugaan korupsi pengadaan lahan sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang merugikan keuangan negara hingga Rp205 miliar. Dugaan ini diduga telah dirancang sejak Bintang Perbowo masih menjabat sebagai Direktur Utama PT Wijaya Karya (Wika) dari tahun 2008 hingga 2018.

Pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Senin (13/10/2025). Salah satu saksi yang diperiksa adalah Neneng Rahmawati, mantan pegawai PT Wika. Penyidik KPK mempertanyakan peran Neneng dalam dugaan rencana jual beli tanah untuk proyek JTTS yang telah direncanakan sejak Bintang masih menjabat di Wika.

“Saksi (Neneng Rahmawati) didalami terkait dugaan para tersangka sudah merencanakan jual beli tanah sejak tersangka BP masih di PT Wika,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

Setelah meninggalkan Wika pada April 2018, Bintang Perbowo diangkat menjadi Direktur Utama PT Hutama Karya (HK). Hanya lima hari setelah menjabat, ia diduga langsung memimpin rapat untuk merealisasikan pembelian lahan yang perencanaannya telah dirintis sebelumnya.

Selain Neneng, KPK juga memeriksa tiga saksi lainnya. Andi Heriansyah (karyawan swasta) dan Achmad Yahya (pensiunan) didalami terkait proses penjualan tanah kepada PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ). Sementara itu, Subehi Anwar, staf Satuan Pengawas Intern PT HK, diperiksa terkait prosedur pengadaan lahan dan temuan hasil pemeriksaan internal.

KPK sebelumnya telah menahan Bintang Perbowo bersama M Rizal Sutjipto, mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi HK, sejak Rabu (6/8/2025). Keduanya ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut kasus ini diduga merugikan keuangan negara hingga Rp205,14 miliar, berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dalam konstruksi perkara, Bintang disebut memperkenalkan rekannya, Iskandar Zulkarnaen, pemilik PT STJ, kepada jajaran direksi HK. Ia diduga mengarahkan agar Iskandar membeli tanah dari masyarakat untuk kemudian dijual kembali kepada Hutama Karya.

“BP memerintahkan tersangka RS selaku Ketua Tim Pengadaan Lahan untuk segera memproses pembelian tanah tersebut dengan dalih mengandung batu andesit yang dapat dieksploitasi secara komersial,” ujar Asep.

KPK menemukan sejumlah penyimpangan dalam proses tersebut, di antaranya pengadaan lahan yang tidak masuk dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2018, pembuatan dokumen rapat direksi secara tanggal mundur (backdate), serta tidak adanya studi kelayakan dan penggunaan jasa penilai publik (KJPP) untuk valuasi lahan.

Hingga tahun 2020, Hutama Karya telah membayarkan Rp205,14 miliar kepada PT STJ untuk 120 bidang lahan di Bakauheni dan Kalianda, Lampung. Namun, PT HK belum menerima manfaat karena kepemilikan lahan tersebut belum dialihkan kepada BUMN.

Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan Iskandar Zulkarnaen dan PT STJ sebagai tersangka. Namun, penyidikan terhadap Iskandar dihentikan karena yang bersangkutan meninggal dunia pada 8 Agustus 2024.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form