
Keluarga Nadiem Makarim Merasa Kecewa atas Putusan Pengadilan
Keluarga mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim merasa sangat kecewa setelah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh anaknya. Putusan ini menguatkan status tersangka yang diberikan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap Nadiem dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh ayah Nadiem, Nono Anwar Makarim, usai persidangan praperadilan di PN Jaksel pada Senin (13/10). Ia menyatakan bahwa hasil dari praperadilan tersebut sangat mengecewakan.
"Hasil praperadilan mengecewakan," ujar Nono usai persidangan. Ia menegaskan bahwa pihak keluarga akan terus melanjutkan perjuangan terhadap Nadiem dalam sidang pokok perkara kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di PN Jakarta Pusat.
"Sekarang yang penting selanjutnya apa? Kita berjuang terus. Semua chanel-chanel tim hukum Nadiem, pasti satu, pasti benar. benar. betul enggak?," tambahnya.
Nono juga meminta sang anak untuk bersabar menjalani proses hukum dan penahanan di Kejagung. Ia menilai bahwa Nadiem memiliki keteguhan yang luar biasa dalam menghadapi situasi ini.
"Untung sekali bahwa Nadiem berdiri kuat sekali sampai hari ini, dia bisa bertahan lama kuat sekali," tegas Nono.
Senada dengan pernyataan ayahnya, Atika Algadrie, ibu dari Nadiem, juga menyampaikan kekecewaannya terhadap putusan pengadilan. Ia menyebut bahwa keputusan ini sangat menyedihkan dan mematahkan hati para orang tua Nadiem.
"Hasil peradilan ini, keputusan ini tentu saja sangat menyedihkan mematahkan hati kami sebagai orang tua Nadiem ya," tutur Atika.
Ia meyakini bahwa Nadiem merupakan sosok yang bersih dari segala tindakan hukum. Menurut Atika, Nadiem selalu menjunjung tinggi prinsip-prinsip kejujuran sebagaimana diajarkan dalam keseharian keluarga.
"Kami tahu bahwa anak kami bersih, menjalankan seluruh pekerjaannya, kariernya itu dengan prinsip-prinsip itu, prinsip-prinsip moral dan kejujuran dan kebaikan yang teguh untuk nusa dan bangsa," imbuhnya.
Penolakan Praperadilan oleh Hakim PN Jaksel
Sebelumnya, Hakim Tunggal PN Jaksel I Ketut Darpawan secara resmi menolak praperadilan mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim. Hakim menilai bahwa proses hukum Kejaksaan Agung yang menetapkan Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook sah menurut hukum.
“Menolak permohonan praperadilan pemohon,” tegas Hakim Tunggal I Ketut Darpawan saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/10).
Hakim menyatakan bahwa Kejagung dalam melakukan proses penyidikan telah didasari bukti-bukti, sehingga proses hukum yang berlaku sah secara hukum. “Hakim Praperadilan berpendapat penyidikan yang dilakukan oleh termohon untuk mengumpulkan bukti-bukti agar menjadi terang tindak pidana guna menemukan tersangka sudah dilaksanakan berdasarkan prosedur hukum acara pidana, karenanya sah menurut hukum,” pungkasnya.
Kasus Pengadaan Laptop Chromebook
Permohonan praperadilan ini diajukan setelah Nadiem Anwar Makarim ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022. Nadiem terjerat dalam proyek pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di seluruh Indonesia, khususnya wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dengan nilai anggaran mencapai Rp 9,3 triliun.
Kejagung menemukan bahwa pengadaan laptop tersebut menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook. Meski demikian, kebijakan ini dinilai tidak efektif untuk menunjang pembelajaran di daerah 3T yang sebagian besar belum memiliki akses internet memadai.
Selain Nadiem, Kejagung juga menetapkan empat tersangka lainnya. Mereka adalah Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021, Sri Wahyuningsih selaku Direktur SD Kemendikbudristek 2020–2021, mantan staf khusus Mendikbudristek Jurist Tan, serta mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek Ibrahim Arief.
Menurut hasil perhitungan awal, akibat perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,98 triliun. Kerugian itu terdiri dari dugaan penyimpangan pada pengadaan item software berupa Content Delivery Management (CDM) sebesar Rp 480 miliar dan praktik mark up harga laptop yang diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun.