IHSG Melemah di Awal, Tekanan Global dan Dolar AS Menguat


Pengaruh Pelemahan Bursa Asia dan Global Terhadap IHSG

Pada Senin pagi (13/10/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan, sejalan dengan pelemahan bursa saham di kawasan Asia dan dunia. IHSG dibuka melemah 88,21 poin atau 1,07 persen ke posisi 8.169,65. Sementara itu, indeks LQ45 yang terdiri dari 45 saham unggulan juga turun 9,45 poin atau 1,19 persen ke level 784,16.

Menurut analisis dari Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas, indeks dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat hingga mencapai level 99, yang merupakan angka tertinggi sejak Juni 2025. Hal ini menunjukkan bahwa investor cenderung beralih ke aset berbasis dolar, yang berpotensi memicu arus keluar modal asing dari pasar Indonesia.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan merilis data utang luar negeri (ULN) Agustus 2025 pada Rabu (15/10). Pada Juli 2025, ULN tercatat sebesar 434,1 miliar dolar AS atau tumbuh 4,1 persen year on year (yoy). Dalam rinciannya, ULN pemerintah meningkat 9,0 persen menjadi 211,7 miliar dolar AS, sementara ULN swasta relatif stabil di 195,6 miliar dolar AS. Rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga menurun ke 30 persen, dengan dominasi pinjaman jangka panjang mencapai 85,5 persen.

Selain itu, pelaku pasar juga sedang memantau data Foreign Direct Investment (FDI) atau Penanaman Modal Asing (PMA) periode kuartal III 2025 yang akan dirilis pada Rabu (15/10). Data dari kuartal II 2025 menunjukkan realisasi investasi sebesar Rp 477,7 triliun, terdiri atas PMA senilai Rp 202,2 triliun dan PMDN sebesar Rp 275,5 triliun.

Di tingkat internasional, penutupan pemerintahan AS telah memasuki hari ke sembilan tanpa adanya kemajuan signifikan antara Partai Republik dan Demokrat. Dampaknya mulai terasa, seperti pemangkasan tenaga kerja di Internal Revenue Service (IRS) dan penundaan penerbangan oleh Federal Aviation Administration (FAA). Meskipun demikian, sebagian pelaku pasar percaya bahwa dampak ekonomi yang signifikan baru akan muncul jika shutdown berlangsung lebih lama.

Di sisi lain, risalah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) menunjukkan perbedaan pandangan antarpejabat The Fed terkait arah suku bunga. Hal ini membuat pelaku pasar cenderung menahan diri dan menantikan sinyal yang lebih jelas mengenai pelonggaran kebijakan moneter.

Kombinasi antara valuasi tinggi, ketidakpastian kebijakan moneter, dan gangguan ekonomi akibat shutdown menjadi faktor utama yang menekan sentimen di bursa saham AS, Wall Street.

Pada perdagangan Jumat (10/10) pekan lalu, bursa saham Eropa ditutup kompak melemah. Indeks Euro Stoxx 50 melemah 1,68 persen, FTSE 100 Inggris turun 0,86 persen, DAX Jerman melemah 1,50 persen, dan CAC 40 Prancis melemah 1,53 persen.

Bursa saham AS di Wall Street juga ditutup kompak melemah pada perdagangan yang sama. Indeks Dow Jones Industrial Average turun 1,90 persen ke level 46.479,60, S&P 500 melemah 2,71 persen ke level 6.552,51, dan Nasdaq Composite melemah 3,49 persen ke level 24.221,75.

Sementara itu, bursa saham regional Asia pada pagi ini juga dibuka melemah. Indeks Nikkei turun 491,64 poin atau 1,01 persen ke 48.088,80, Shanghai melemah 44,51 poin atau 1,16 persen ke 3.851,25, Hang Seng turun 580,32 poin atau 2,14 persen ke 25.733,50, dan Strait Times melemah 46,42 poin atau 1,05 persen ke 4.380,07.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form