
Utang Pemerintah Indonesia: Kebutuhan dan Pengelolaan yang Tepat
Utang pemerintah Indonesia hingga Juni 2025 mencapai angka Rp9.138 triliun, yang membuat sebagian publik khawatir. Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa beban utang ini masih dalam pengelolaan yang terkendali dan aman.
Utang sebagai "Pajak Masa Depan"
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto menjelaskan bahwa utang yang kini ditanggung negara sejatinya adalah “pajak masa depan”. Artinya, beban tersebut akan dibayar oleh generasi berikutnya. Oleh karena itu, pengelolaan utang harus dilakukan dengan hati-hati dan terukur.
“Utang ini sebenarnya future tax. Artinya kewajiban yang akan dipenuhi di masa depan oleh generasi yang akan datang,” kata Suminto dalam Media Gathering 2025 di Novotel Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu, 11 Oktober 2025.
Ia menekankan pentingnya memastikan utang tidak melebihi kemampuan negara untuk membayarnya di masa depan.
Struktur Utang yang Relatif Sehat
Dari total utang sebesar Rp9.138 triliun, terdapat pinjaman sebesar Rp1.157 triliun dan surat berharga negara (SBN) senilai Rp7.980 triliun. Meskipun jumlah ini sedikit turun dari posisi Mei 2025 yang mencapai Rp9.177 triliun, tetap lebih tinggi dari posisi akhir 2024 yang berada di Rp8.813 triliun.
Suminto juga menyebutkan bahwa rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga Juni 2025 tercatat sebesar 39,86 persen. Angka ini disebut masih aman dibandingkan banyak negara lain.
Perbandingan dengan Negara Lain
Beberapa negara memiliki rasio utang yang jauh lebih tinggi, seperti Malaysia (61,9 persen), Filipina (62 persen), Thailand (62,8 persen), India (84,3 persen), dan Argentina (116,7 persen). Sementara Vietnam berada di kisaran 37,2 persen, hampir setara dengan Indonesia.
Suminto menambahkan bahwa naiknya nominal utang tidak selalu berarti memburuk, karena kenaikan PDB turut memperkuat kemampuan bayar negara. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi akan meningkatkan penerimaan negara.
Mayoritas Utang dalam Rupiah
Struktur utang Indonesia juga relatif sehat, yaitu sekitar 71-72 persen dalam mata uang rupiah, sedangkan sisanya 28-29 persen dalam valuta asing. Hal ini memberikan perlindungan terhadap risiko pergerakan kurs.
“Ini merupakan komposisi yang baik sehingga kita dapat mengelola risiko pergerakan kurs dengan baik,” tutur Suminto. Kondisi ini membuat Indonesia tidak terlalu rentan terhadap fluktuasi nilai tukar atau kurs yang kerap mengguncang pasar keuangan global.
Penjelasan Menteri Keuangan
Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa total utang sebesar Rp9.138 triliun masih dalam batas aman dan tidak perlu dikhawatirkan. Ia menekankan bahwa utang bukan hanya dilihat dari nominalnya, tapi juga dibandingkan dengan kondisi ekonomi.
“Kalau acuan utang bahaya besar atau enggak, itu bukan dilihat dari nominalnya saja, tapi diperbandingkan dengan ekonominya,” terang Purbaya dalam sesi media gathering daring, pada Jumat, 10 Oktober 2025.
Ia membandingkan rasio utang Indonesia dengan negara besar lain, seperti Jerman dan Amerika Serikat yang memiliki rasio di atas 100 persen, bahkan Jepang lebih dari 250 persen.
Meski begitu, Menkeu menegaskan pihaknya akan menekan penerbitan utang baru dengan memperbaiki kualitas belanja negara.
“Ke depan kita akan cepat coba kontrol belanja pemerintah supaya lebih baik, sehingga yang enggak perlu-perlu saya bisa mulai potong,” tukas Purbaya.