Gelombang Hubungan Xi-Trump Ancam Kesepakatan Tarif Perdagangan


Factory Tech,
JAKARTA – Presiden Tiongkok Xi Jinping menegaskan bahwa kebijakan pembatasan ekspor Amerika Serikat adalah “garis merah” yang tidak boleh dilanggar. Langkah ini berpotensi mengganggu gencatan dagang antara kedua negara hanya beberapa minggu sebelum rencana pertemuan antara Xi dan Presiden AS Donald Trump.

Menurut laporan terbaru, langkah Beijing yang baru-baru ini memberlakukan kontrol ekspor global terhadap produk yang mengandung unsur tanah jarang langsung memicu respons keras dari Washington. Presiden Trump merespons dengan ancaman untuk membatalkan pertemuan tatap muka dengan Xi serta mengumumkan rencana untuk menggandakan tarif atas barang-barang asal Tiongkok menjadi 100%. Ia juga menyampaikan pembatasan luas terhadap “semua perangkat lunak penting.”

Pemerintah Tiongkok menyebut kebijakan tersebut sebagai tindakan defensif, sambil menuduh AS terus meningkatkan pembatasan baru sejak pertemuan antara dua pemimpin di Madrid pada bulan September lalu. Departemen Perdagangan AS sebelumnya telah memperluas kontrol ekspor untuk menutup celah yang memungkinkan Tiongkok tetap memperoleh akses ke chip berteknologi tinggi.

Kementerian Perdagangan Tiongkok menyatakan bahwa ancaman tarif tinggi bukanlah cara yang tepat untuk menjalin hubungan dengan Tiongkok. “Sikap kami dalam perang dagang konsisten: kami tidak menginginkannya, tapi kami juga tidak takut menghadapinya,” ujar Kementerian Perdagangan Tiongkok.

Reaksi keras dari Beijing menunjukkan masih adanya perbedaan interpretasi mengenai gencatan dagang yang dicapai pada Mei lalu. Dalam pandangan Xi, kesepakatan itu merupakan penghentian bersama terhadap pembatasan baru pada ekspor penting dan perusahaan. Namun, AS menafsirkan kesepakatan tersebut sebatas pengurangan tarif dengan imbalan kelancaran pasokan magnet tanah jarang.

Saat ini, fokus utama adalah apakah kedua negara bisa mencapai titik temu baru sebelum tarif kembali melonjak dan mendorong pemisahan ekonomi yang lebih dalam.

Pasar keuangan global langsung merespons negatif: indeks saham AS mencatat penurunan terbesar dalam enam bulan terakhir, sementara harga komoditas seperti kedelai, gandum, tembaga, dan kapas turut tertekan.

Sinyal Kesepakatan Baru
Namun, pada perdagangan awal Senin di Asia, indeks berjangka AS kembali menguat setelah Gedung Putih memberi sinyal terbuka untuk mencapai kesepakatan baru dengan Beijing. Meski demikian, pemerintahan Trump tetap menilai kontrol ekspor Tiongkok sebagai hambatan besar dalam negosiasi.

“Jangan khawatir soal Tiongkok, semuanya akan baik-baik saja! Presiden Xi yang sangat dihormati hanya sedang mengalami masa sulit. Ia tidak menginginkan depresinya sendiri, begitu juga saya. Amerika Serikat ingin membantu Tiongkok, bukan menyakitinya!!!” tulis Trump di platform Truth Social.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan kedua negara dijadwalkan melanjutkan perundingan di Frankfurt, Jerman, sebelum 10 November, yang merupakan tenggat berakhirnya masa gencatan tarif saat ini.

Peneliti senior Chinese Academy of International Trade and Economic Cooperation Zhou Mi mengatakan bahwa Tiongkok tidak akan tunduk pada tekanan unilateral. “Kami tidak akan diintimidasi oleh aksi koersif semacam itu. Tindakan kami sudah cukup membuktikan hal itu,” jelasnya.

Kedua pihak sejauh ini masih menyisakan ruang untuk deeskalasi. Tarif baru AS akan mulai berlaku 1 November, hanya beberapa hari setelah pertemuan Xi-Trump di Korea Selatan. Di sisi lain, kebijakan ekspor baru Tiongkok akan berlaku sepekan kemudian, mendekati berakhirnya gencatan tarif yang membatasi bea masuk hingga 145%.

Pembatasan ekspor pada teknologi dan magnet penting bagi pengembangan kecerdasan buatan serta industri pertahanan menjadi titik krusial dalam negosiasi dagang kedua negara. Setelah Trump menaikkan tarif hingga 145% pada April, Xi membalas dengan melarang perusahaan AS membeli magnet asal Tiongkok — langkah yang memicu penutupan pabrik dan kekhawatiran atas ketergantungan AS terhadap logam penting bagi keamanan nasional.

Jika tarif kembali dinaikkan, Beijing dapat mengaktifkan kembali blokade tersebut, memicu babak baru perlombaan ketahanan ekonomi antara dua kekuatan besar dunia.

Analis dari Hutong Research, lembaga riset independen, mengatakan kekhawatiran AS terhadap Tiongkok bersifat strategis, bukan sekadar ekonomi semata. “Gangguan dalam pasokan unsur tanah jarang dapat mengancam kapasitas produksi pertahanan AS — pilar utama proyeksi kekuatan global Amerika dan stabilitas dolar,” ungkapnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form