Sinopsis Lengkap dan Fakta Unik Film "Gowok": Kamasutra Jawa yang Mengguncang, Karya Hanung Bramantyo

LINGGA PIKIRAN RAKYAT - Misalkan kau sedang duduk-duduk santai di warung angkringan, bercakap-cakap tentang berbagai hal sembari menikmati kopi tubruk yang masih panas, lalu seorang teman menyela dengan mengatakan, "Hebatnya, sudahkah engkau melihat film Gowok: Kamasutra Jawa Belum?" Di awal, kamu mengira itu seperti clickbait versi sinetron Indosiar atau judul buku populer di kios stasiun. Namun, ternyata ini benar-benar sebuah film hasil kerja sama dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara terkenal yang pernah membuat kita meneteskan air mata lewat "Laskar Pelangi". Ayat-Ayat Cinta dan Perempuan Berkalung Sorban .

Film ini memiliki karakteristik unik tersendiri. Ia menampilkan topik-topik yang lebih 'matang' serta penuh keberanian namun masih mempertahankan nuansa budaya yang kuat—terutama mengenai gowok, suatu warisan budaya Jawa tua yang saat ini mungkin hanya dapat ditemui oleh banyak orang melalui platform seperti TikTok. Ternyata, film tersebut tidak hanya fokus pada unsur sensual saja; ia menyuguhkan cerita cinta, permasalahan emosional, hingga komentar sosial secara halus. Ini adalah sesuatu yang jauh dari tontonan biasa. Mari kita teliti lebih lanjut tentang isi film ini. Bisa jadi setelah itu Anda akan tertarik untuk mencobanya sendiri.

Apakah yang dimaksud dengan film "Gowok: Kamasutra Jawa Uncut"?

Cerita film ini berfokus pada Ratri, seorang gadis jelita yang dibesarkan oleh Nyai Santi, seorang wanita perkasa namun bijaksana serta dihormati banyak orang. Selama hidupnya, Ratri tidak pernah mengetahui identitas bapak kandungnya. Meski begitu, dia menerima pewarisan pengetahuan bertaraf tinggi dalam seni bela diri tradisional dari Nyai Santi, hal tersebut nantinya bakal merombak jalan hidupnya secara drastis.

Ratri pernah merasakan cinta kepada Kamanjaya, si keturunan bangsawan ternama, namun dia dikhianati. Setelah dua dekade lamanya, Kamanjaya datang kembali—membawa putranya bernama Bagas, yang bermaksud belajar dari Nyai Santi. Tak menyadari masa lalunya dipenuhi kenangan buruk, Bagas justru tersentuh dengan Ratri. Titik inilah pertikaian mencapai puncaknya.

Movie ini lebih dari sekedar cerita percintaan tiga orang. Ia menggali aspek warisan budaya, trauma personal, serta pengambilalihan kekuatan oleh wanita di lingkup adat istiadat Jawa.

Kenapa Nama Buku Itu Mengandung Istilah "Kamasutra"?

Judul Kamasutra Jawa Bisa saja membuat dahi berkerut. Namun, jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa ini hanyalah sebuah film dewasa. Istilah "Kamasutra" dipakai untuk memancing minat, iya, tetapi juga menjadi lambang filsafat tentang kedekatan yang ada di dalam budaya Jawa, lebih spesifik lagi di kalangan para penari tradisional.

Gowokan, atau seni menggoda dan memelihara, tak hanya berkaitan dengan aspek jasmani. Terdapat pula unsur rohani, moralitas, serta pengetahuan tradisional yang hampir terlupakan oleh waktu. Film tersebut berusaha untuk meregenerasi hal ini, meski pastinya disisipi beberapa konflik dan dramatis agar lebih menantang.

Hanung secara langsung menyatakan bahwa dia berkeinginan untuk mempresentasikan aspek "wanita pemikat" tidak sebagai figur durhaka, tetapi seorang perempuan pinter yang mampu menentukan alur kehidupannya dengan bijak.

Siapakah Para Pemain Utama dan Bagaimana Kualitas Akting Mereka?

Para pemain utama ini tidak main-main. Raihaanun menyampaikan perannya sebagai Ratri dewasa dengan emosi yang mendalam dan kuat. Sedangkan Reza Rahadian dalam perannya sebagai Kamanjaya tampil sebaik biasa, sangat komitmen dan meyakinkan.

Devano Danendra berperan sebagai Kamanjaya muda, sedangkan Alika Jantini menyapu mata dengan penampilannya sebagai Ratri remaja. Tidak tertinggal, Lola Amaria yang membintangi karakter Nyai Santi berhasil menghipnotis penonton—gaya elegannya, pesona misteriusnya, serta kehadirannya yang kuat sangat mencolok.

Ali Fikry yang berperan sebagai Bagas layak mendapat pujian. Dia muda dan naif namun berhasil membuat para penonton merasa prihatin. Hubungan antara karakternya tampak kuat, walaupun ada beberapa kali alurnya terkesan loncat. Namun hal itu dapat dimengerti, mempertimbangkan tingkat kekomplekan dari cerita tersebut.

Apakah Ada Perdebatan Tentang Film Ini?

Beberapa orang menganggap film tersebut terlalu "dare." Namun sebenarnya, jika ditelisik lebih jauh, Gowok: Kamasutra Jawa Justru memberikan kesempatan kepada wanita untuk berbagi kisah mereka. Tidak selalu dilihat sebagai korban, tetapi juga sebagai aktor yang menyadari kekuatannya.

Kontroversi sebenarnya muncul karena kurangnya pemahaman banyak orang tentang budaya gowok. Mereka menyangkal dan berpikir bahwa film tersebut memuja perilaku seks bebas. Namun, yang dimaksud Hanung justru adalah untuk merintis dialog tentang cara melihat nilai-nilai Jawa dalam perspektif kontemporer, termasuk pendekatan feminis.

Maka sebaiknya kita menyaksikan dahulu sebelum memutuskan untuk mengkritisi. Bisa jadi hal itu akan memberi pencerahan.

Untuk mendapatkan ragam informasi tambahan lainnya, ikuti kami di media sosial: https://www.facebook.com/linggapikiranrakyat/

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form