
Factorytech.my.id , Jakarta - Alzheimer Merupakan suatu kondisi yang biasanya menjangkiti individu tua dan ditandai oleh penurunan fungsi ingatan. Orang dengan Alzheimer kerap kali merasakan ketidakmampuan dalam melakukan rutinitas harian, misalnya tersesat di tempat familiar, bermasalah saat melaksanakan pekerjaan ringan, serta mendapat hambatan untuk bertukar pikiran dengan pihak lain.
Gerakan badan sudah ditunjukkan bisa memperkuat kemampuan mengingat, mendukung pemikiran logis, sambil juga menekan rasa cemas dan kesedihan. Akan tetapi, seperti yang dikutip dari Everyday Health , Sebuah penelitian baru-baru ini menyatakan bahwa untuk individu yang berusia lanjut, hanya dengan melakukan latihan fisik secara berkala belum cukup untuk mengurangi risiko terkena penyakit Alzheimer; mereka juga harus membatasi durasinya dalam duduk atau diam. duduk .
"Seringkali, orang-orang mengira bahwa jika mereka aktif secara fisik, itu sudah mencukupi," ungkap Marissa Gogniat, penulis utama studi dan juga asisten professor bidang neurologi di Universitas Pittsburgh.
Walau sudah ada ratusan studi selama bertahun-tahun yang membuktikan keuntungan kesehatan dari berolahraga, ia menyebutkan bahwa efek negatif dari duduk terus-menerus untuk jangka waktu lama masih belum sepenuhnya dimengerti, termasuk oleh orang-orang yang biasanya cukup aktif.
"Meskipun partisipan dalam penelitian ini cukup aktif secara fisik, durasi mereka duduk tetap saja merupakan faktor risiko penting terhadap penyakit Alzheimer," jelas Gogniat.
Duduk Berlama-lama Diketahui Memicu Penurunan Kemampuan Kognitif
Pada suatu studi, kira-kira 400 individu dengan usia di atas 50 tahun diajak untuk menggunakan perangkat mirip jam tangan yang dapat melacak aktifitas fisik mereka setiap saat dalam kurun waktu 24 jam sehari selama seminggu penuh atau tepatnya 10 hari secara beruntun.
Kira-kira 20% responden telah memperlihatkan tanda-tanda adanya disfungsi kognitif lemah semenjak permulaan, suatu situasi yang mungkin akan berkembangan menjadi kepikunan. Responden dengan diagnosis serius semacam gagal jantung, pikun parah, ataupun masalah jiwa lainnya tidak dimasukkan ke dalam studi kali ini.
Menariknya, sekitar 87% responden telah mencapai ambang batas minimum aktivitas fizikal seperti yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), yakni dengan melakukan kegiatan berintensitas ringan selama 150 menit per pekan. Akan tetapi, penelitian observasional yang dilakukan dalam jangka waktu tujuh tahun mengungkap kondisi yang bertentangan.
Partisipan yang menghabiskan durasi lama dalam posisi duduk (bukan untuk istirahat malam) memiliki risiko meningkatnya masalah kemampuan pikiran dan kondisi otak, seperti disfungsi memori dan perlambatan pemrosesan data. Fenomena tersebut tetap terjadi meskipun frekuensi aktivitas fisik mereka cukup tinggi.
Penurunan kemampuan kognitif serta kerusakan syaraf cenderung lebih parah pada partisipan yang memiliki gen risiko Alzheimer, yaitu APOE-e4. Berdasarkan pendapat Gogniat, pemeriksaan darah berkala bisa digunakan untuk mendeteksi adanya gen tersebut. Peneliti pun menyimpulkan bahwa "tingkah laku statis merupakan faktor resiko tersendiri terhadap penyakit Alzheimer."
Berapa Waktu yang Dianggap Terlalu Lama untuk Duduk?
Tetapi para peneliti belum memastikan durasi tepat untuk masa duduk yang bisa mengakibatkangangguan fungsi kognitif.
Carli Carnish, asisten professor dari Case Western Reserve University School of Nursing di Cleveland, mencatat bahwa sebenarnya tidak ada patokan spesifik tentang durasi maksimal waktu duduk yang dapat dilakukan.
Tetapi semakin lama Anda berdiam diri, otot-otot Anda cenderung melemah, yang membuatnya lebih sulit untuk terus aktif, ia menjelaskan. "Saya selalu mengatakan kepada pasien saya, 'Jika tidak dipergunakan, akan hilang,'" ungkap Carnish. Hal ini dapat dengan cepat berkembangan menjadi suatu pola penurunan pada lanjut usia.
Warga lanjut usia kemungkinan besar akan mengalami hambatan dalam hal mobilitas atau disabilitas fisik. "Sebagian orang dewasa memerlukan lebih banyak waktu untuk duduk daripada yang lainnya," jelas Constance Katsafanas, seorang spesialis syaraf dari Marcus Neuroscience Institute yang bekerja sama dengan Baptist Health South Florida di Boca Raton.
Partisipan penelitian diambil dari Pusat Memori Vanderbilt dan Alzheimer di Nashville, Tennessee. Sebagian besar mereka cukup aktif dengan keadaan fisik yang sehat; lebih dari setengahnya adalah pria, serta 85% berasal dari etnis non-Hispanic kulit putih.
Oleh karena itu, temuan dari riset ini mungkin tidak bisa diaplikasikan pada keseluruhan populasi. Tambahan pula, tim peneliti belum menyertakan jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan subjek ketika sedang duduk—seperti membaca, mencoba teka-teki, atau sekadar terpaku dalam pikiran mereka. Ini akan jadi pusat perhatian untuk investigasi mendatang, mengingat beberapa penyelidikan sebelumnya telah tunjukan kalau tugas-tugas otak semacam bermain tebak-tebkan tersebut sanggup meredam kemunduran fungsi kognitif.
Dengan menggunakan akal sehat, sudah pasti akan lebih baik apabila kita duduk sembari melaksanakan berbagai aktivitas yang memacu pikiran. pikiran lebih baik berhenti memikirkan hal-hal yang tidak berguna," jelaskan Gogniat.